Nasib koran diujung Tanduk..
Nasib media cetak di era digital. FOTO: Beritaprinting.com |
" Koran tidak akan mati..", begitu kata para pemerhati pers. Khususnya demi meyakinkan para jurnalisnya. Bahwa nasib mereka masih bisa terselamatkan. Berbagai alasan pun dilontarkan.
Baca juga:
Tentu tak bisa dibohongi, di hari ini nasib koran macam sisa saja. Masuk perkantoran paling banter cuma ditumpuk. Habis tu dikilo-in. Tragis..
Apalagi pembaca koran saat ini mayoritas adalah generasi sepuh. Yang muda tentu lebih memilih online.
Semua tahu, jika baca koran adalah baca berita hari kemarin. Sehingga muncullah media online yang jadi sedikit juru selamat. Meski tak sepenuhnya.
"Sangat beda, koran tak akan mati, itu karena koran menyajikan berita secara mendalam..", begitu salah satu argumen nya.
Benar, jika sangat mendalam, lebih banyak kan kalimatnya bisa separo halaman. Dibanding media online, berita di media cetak lebih banyak dan mendalam.
Tapi tak bisa dipungkiri di era digital ini, minat baca konsumen menuntut berita terhangat. Yang 'baru saja' terjadi bahkan jika perlu uptodate per detiknya.
"Halah berita telat..", begitu kata seorang pembaca FP Radar DJowo ini beberapa waktu lalu, karena membaca berita 1 hari 'sebelumnya'.
Ya memang seperti itu, sayangnya masih ada juga media online yang tidak uptodate. Maksudnya uptodate per detik misalnya.
Ambil contoh saja, situs media online JAWA POS RADAR MADIUN. Di situs RADARMADIUN.CO.ID, misalnya, penyajian berita justru sama dengan edisi di media cetaknya. Jika di edisi cetaknya menyajikan 'berita kemarin' lha di media online-nya juga seperti itu. Ini sangat disayangkan.
Media besar sekelas Jawa Pos harusnya bisa uptodate per detik. Hehehe Mosok ya alesannya takut korannya ndak laku? Impossible, itu tidak mungkin. Apa karena sudah tersaji di online sehingga gak perlu beli cetaknya?
Sy kira juga gak mungkin, tapi salah satu sumber pendapatan koran adalah dari iklan. Sementara saat ini jumlah pengiklan juga menurun.
Itu tadi Jawa Pos, beda dengan pesaingnya ambil contoh di Surya(Surabaya Tribunnews) milik grub Kompas. Surya.co.id salah satu media online menyajikan berita cukup uptodate meski tidak per detik. Pun cuma ditampilkan sebagian saja, bukan berita lengkap.
Seperti biasa, penjualan korannya disiasati dengan: " selengkapnya baca di edisi cetak besok". Lumayan ini cukup membantu.
Kalo mau contoh uptodate lagi ada detik. Com. Sayangnya mayoritas seputar JABODETABEK.
Itu hanya sedikit cuplikan saja. Sementara ini, sama saja menunggu wafatnya media cetak si koran. Belum lama ini harian bola menutup edisi cetaknya. Disusul beberapa media lain.
Malah dengar-dengar, ada salah satu pemilik media cetak terbesar yang ingin menjual perusahaan korannya. Padahal koran tersebut masih posisi UNTUNG bukan di posisi BANGKRUT. Itu karena menatap nasib koran yang terus memburuk.
Merubah koran menjadi media online seluruhnya juga tidak mungkin. Media online bisa berdiri tanpa banyak unsur alias sedikit crew. Sementara mau dikemanakan nasib pekerja pers cetak ini? Mau dikemanakan sarana produksinya?
Di Indonesia mungkin terus mencari jalan keluar. Tapi diluar, ambil contoh pers di Australia, yang salah satunya mulai menghilangkan peran Jurnalis Foto. Jurnalis Tulis cukup dibekali Iphone saja, sudah sekalian merangkap jurnalis foto.
Lalu bagaimana nasib jurnalis di Indonesia?
Banyak yang diantaranya banting setir jadi pengusaha. Membuka bidang usaha yang tak lekang oleh globalisasi. Yang juga dibutuhkan setiap orang.
Banyak juga yang berhasil mendirikan media sendiri, tentunya berbasis Online. Di era digital ini, Online adalah harga mati. Itu jalan terbaik dibanding menggantungkan nasib yang kian tak menentu..
#nasional #opini #jurnalis #jurnalisme #koran #pers #mediaonline
_____
#ADV
Monggo yang pengen buka Usaha Bisnis Pulsa, modal minimal hanya 50ribu. Pasti Untung!
Registrasi GRATIS Langsung Klik DISINI
Supported by CV HAND CELL